Awal Mula Terjadinya Pawukon
(zodiak Jawa)
Dikisahkan ketika batara Wisnu sedang bercengkrama di negara
Mendang, ia terpikat oleh seorang putri cantik yang kemudian diambil sebagai
istri. Batara Wisnu tidak tahu bahwa
Putri Mendang yang ia nikahi adalah putri
simpanan batara Guru ayahnya, yang rencananya akan dibawa naik ke Suralaya.
Tentu saja hal tersebut membuat batara Guru murka, dan memerintahkan sanghyang
Narada menjatuhkan murkanya dan mengambil alih keratonnya. Batara Wisnu merasa
bersalah, ia meninggalkan negaranya dan isterinya yang sedang mengandung dan
pergi bertapa di hutan di bawah pohon beringin berjajar tujuh.
Prabu Watu-Gunung Raja Gilingwesi
(karya Herajaka. HS 1993)
Pada saat itu Negara Gilingwesi sedang paceklik, mengalami masa sulit. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi sehingga tak terjangkau. Di mana-mana terjadi bencana dan kerusakan lingkungan. banyak rakyat kecil yang sengsara. Sering terjadi gerhana Matahari dan gerhana Bulan, hujan salah musim, gempa bumi sehari tujuh kali. Itu semua menjadi tanda bahwa tidak lama lagi negara Gilingwesi akan mengalami kerusakan hebat.
Prabu Watu-Ggunung sedih melihat kesengsaraan rakyatnya. Adakah kesalahan besar pada diriku? Menurut kepercayaan yang ada jika sang raja melakukan dosa atau kesalahan yang besar negara dan raktyanya akan ikut menanggung kutukan. Namun pertanyaan Prabu Watu-Gunung tidak mudah untuk dijawab.
Pada suatu sore, Prabu Watu-Gunung tiduran di balai panjang, kepalanya berbantal paha dewi Sinta istrinya. Ketika tangan Sang Dewi membelai rambut Sang Prabu, terkejutlah ia melihat luka di kepala Prabu Watu-Gunung. Dewi Sinta bertanya kepada suaminya, dengan suara yang bergetar dan dalam.
“Kanda Prabu, mengapa ada luka di kepala? Berceritalah Kakanda, aku sangat ingin mengetahuinya.”
Prabu Watu-Gunung menceritakan masa kecilnya, ketika ia ribut meminta enthong (alat untuk mengaduk nasi yang dibuat dari kayu) yang sedang dipakai ibunya mendinginkan nasi, sehingga diantara ibu dan anak itu saling tarik menarik enthong. Si ibu marah, dengan spontan memukulkan enthong tersebut pada kepala Watu-Gunung hingga berdarah. Watu-Gunung menangis. Tangisnya tidak semata-mata rasa perih karena kulit kepalanya sobek sehingga darah keluar bercampur keringat. Namun hatinyalah yang pedih, karena gara-gara enthong, ibunya yang selama ini ia jadikan sumber kasih sayang begitu tega mencelakai dirinya. Bocah kecil berusia sekitar 6 tahun tersebut lari meninggalkan rumah. Walaupun tidak mempunyai tujuan, ia tidak berniat pulang, karena di rumah sudah tidak ada lagi cinta yang tulus dari seorang ibu.
“Sampai sekarang aku tidak pernah berusaha mencari kabar tentang ibuku, apakah masih hidup ataukah sudah meninggal. Jika masih hidup pun sudah tidak ada lagi cinta yang mengalir di sana.”
Mendengar cerita sang Prabu, naluri sebagai seorang ibu terpukul karenanya. Dewi Sinta teringat anaknya yang pergi dan tidak pernah pulang, karena hal yang sama seperti yang dialami Watu-Gunung.. Perasaannya semakin kuat mengatakan bahwa anak di pukul dengan enthong puluhan tahun lalu itu adalah prabu Watu-Gunung, yang sekarang menjadi suaminya.
Dewi Sinta tak kuasa menahan kesadarannya, ia terjatuh tak sadarkan diri. Prabu Watu-Gunung terkejut penuh keheranan, Apakah penuturan masa kecilnya telah menyinggung perasaannya? Atau ada penyakit tertentu yang menyebabkan istrinya dengan tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri?
Tak tergambarkan seberapa besar dan dalam kesedihan dan rasa sesal dewi Sinta, karena Prabu Watu-Gunung yang menjadi suaminya dan telah memberikan benih untuk 27 anaknya, adalah anaknya sendiri.
Oh Dewa hukuman apakah yang patut ditimpakan kepada kami berdua atas dosa besar ini? apakah dosa ini pula yang menyebabkan negara Gilingwesi mendapat kutukan?
Semenjak kejadian itu, dewi Sinta, tidak banyak bicara, wajahnya murung. Pelayanan prabu Watu-Gunung dan dewi Landep tidak mampu mengurangi kesedihnnya.
Ia tidak akan membuka aib ini kepada siapapun termasuk kepada suaminya yang juga anaknya. Diam-diam ia berusaha mencari jalan agar lepas dari Sang Prabu. Entah apa yang menyebabkan tiba-tiba dewi Sinta mempunyai rekadaya untuk menyingkirkan sang Prabu dari muka bumi.
Pada suatu waktu yang dianggap baik, dewi Sinta mengungkapkan maksudnya kepada prabu Watu-Gunung demikian.
“Jika keluhuran Sang Prabu akan menjadi sempurna, hendaknya sang prabu memperistri bidadari Suralaya.”
Pikir dewi Sinta jika Prabu Watu-Gunung melamar bidadari Suralaya, pasti akan terjadi perang, dan Sang Prabu akan gugur berhadapan dengan para dewa. Itulah jalan yang dapat melepaskan dari suaminya yang juga anaknya dan sekaligus mengubur aib dalam hidupnya..
Prabu Watu-Gunung menyambut saran isterinya dengan penuh semangat. Maka demi maksud tersebut, sang prabu segera memerintahkan kepada para punggawa dan keduapuluh tujuh anaknya untuk menghimpun pasukannya masing-masing. Segera setelah ribuan pasukan selesai disiapkan, berangkatlah prabu Watu-Gunung ke Suralaya memenuhi saran isterinya, untuk melamar bidadari.
Seperti yang telah dijanjikan Batara Guru kepada Prabu Watu-Gunung
bahwa dua isterinya dan 27 anaknya akan diangkat ke surga. Proses
pengangkatannya dilaksanakan pada setiap minggu. Diurutkan mulai dari isterinya
yaitu Dewi Sinta dan Dewi Landep, kemudian anak-anaknya. mulai dari anak yang
sulung dan disusul adik-adiknya.
Perlu diketahui bahwa setiap tahun Dewi Sinta melahirkan anak
laki-laki kembar hingga sampai 13 kali. Sedangkan anak laki-laki yang lahir ke
14 tidak kembar. Nama-nama isteri dan anak Prabu Watugunug itulah yang kemudian
dijadian nama wuku yang berjumlah 30. Karena proses pengangkatan ke surga
setiap minggu, maka setiap satu wuku berumur 7 hari, dimulai dari hari minggu
hingga hari Sabtu, sehingga satu putaran keseluruhan wuku atau pawukon = 30 x 7
hari = 210 hari.
Pengetahuan mengenai wuku-wuku disebut Pawukon, yang di dalamnya
membeberkan pengaruh baik dan pengaruh buruk bagi seseorang yang dilahirkan
pada wuku yang bersangkutan. Watak tabiat dari masing-masing wuku tersebut
dipengaruhi oleh dewa yang menaunginya, serta atribut yang dibawanya. Atribut
tersebut seperti misalnya: burung, kayu pohon dan yang lain. Selanjutnya akan
dibeberkan secara bersambung gambar serta keterangan dari masing-masing wuku.
MENCARI WUKU
Cara mencari wuku termasuk agak rumit karena membutuhkan tabel tabel yang berbeda setiap tahunnya. Di dalam buku primbon, setiap beberapa tahun, primbon harus direvisi kembali untuk memasukkan tahun tahun yang baru
tabel tabel dapat di temukan di
atau dengan software online dapat dicari secara otomatis dengan memasukkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran.
Website yang dapat dikunjungi adalah:
Nomor 1
WUKU SINTA
karya : Herjaka HS, tahun 1997
Wuku Sinta mengambil nama dari isteri prabu Watu-Gunung yang konon
mempunyai 27 anak laki-laki. 13 diantaranya kembar.
Ciri-ciri wuku Sinta adalah sebagai berikut :
- Dewa yang menaungi Wuku Sinta
adalah Batara Yamadipati. Oleh karena tugasnya, dewa yang satu ini lebih
dikenal dengan sebutan.Dewa Pencabut Nyawa.
- Kayunya adalah kayu gendayakan,
yang mempunyai daya penyembuh, sehingga menjadi tempat perlindungan dan
sambat-sebut bagi orang-orang sakit dan sengsara.
- Burungnya Gagak menandakan
tajam firasatnya, dapat mengetahui wangsit, atau kejadian penting yang
masih tersembunyi tetapi bakal terjadi.
- Bersanding dengan gedhong, atau
rumah mewah artinya senang memperlihatkan kekayaannya.
- Membawa umbul-umbul, sebagai tanda
bahwa yang bersangkutan akan mendapatkan kemuliaan.
- Lambangnya Wulan Karahinan,
atau Bulan tersaput awan, artinya mempunyai tekad yang kuat, kenceng
budine, tidak bisa sabar dan mudah cemburu.
- Datangnya sambekala, atau
kemalangan terjadi pada usia separo-baya, kira-kira umur 40 tahun sampai
dengan 50 tahun.
- Hari naas Senin Pon
Cara menangkal agar terhindar dari mara bahaya yaitu dengan
membuat ‘slametan’ berupa:
Beras 3,5 kg (sapitrah) dimasak dengan lauk rendang kebo. Setelah
nasi dan lauknya masak, yang bersangkutan bersama keluarga mendaraskan donga
tolak bilahi, doa mohon dijauhkan dari mara-bahaya. Selesai doa, nasi dan
lauknya dibagi-bagikan kepada keluarga dan sanak saudara. Selama 7 hari
dihitung dari waktu slametan, yang bersangkutan tidak diperkenankan pergi dari
rumah ke arah timur laut.
Pawukon ke-2
Wuku Landep
Wuku Landep mengambil nama dari isteri prabu Watugunung yang tidak
memberikan keturunan.
Dewi Landep (kiri) menghadap Batara Mahadewa
yang sedang mencelupkan kakinya di bokor air.
Ada gambar rumah gedong dan burung atat kembang
yang hinggap di pohon gendayakan
(karya herjaka HS, Agustus 1997)
Ciri-ciri
wuku Landep adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Landep adalah Batara Mahadewa. Ia senang
di tempat yang sepi dan tenang, untuk mengolah batin.
·
Kelebihannya adalah tajam daya ingatannya, mampu menangani segala
jenis pekerjaan, serta menjadi tempat bertanya atau belajar.
·
Kayunya adalah kayu Gendayakan, yang mempunyai daya penyembuh,
sehingga menjadi tempat perlindungan bagi orang-orang sakit dan sengsara
hidupnya.
·
Burungnya adalah burung Atatkembang yang menjadi kelangenan
(kesukaan) wong agung (orang besar). Artinya, orang yang mempunyai wuku Landep
umumnya rupawan, hatinya terbuka, dan disenangi orang banyak, termasuk pejabat
atau atasan.
·
Lambang wuku Landep adalah ‘sinar matahari’, menerangi hati yang
gelap.
·
Kaki Mahadewa yang dicelupkan ke dalam bokor air melambangkan
bahwa wataknya adem, tidak mudah emosi.
Namun
sayang, ada pamrih di balik perbuatan baik tersebut.
Rumah gedhong yang terletak di depan, memberi tanda bahwa orang yang berwuku-Landep termasuk orang yang suka pamer.
Rumah gedhong yang terletak di depan, memberi tanda bahwa orang yang berwuku-Landep termasuk orang yang suka pamer.
Datangnya
bahaya : tertimpa kayu atau bangunan roboh
Hari naas : Rebo Pahing, agar waspada, dan jika berpergian perlu ekstra hati-hati.
Hari baik : Minggu Wage, untuk dapat dipergunakan pada setiap keperluan penting.
Hari naas : Rebo Pahing, agar waspada, dan jika berpergian perlu ekstra hati-hati.
Hari baik : Minggu Wage, untuk dapat dipergunakan pada setiap keperluan penting.
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka dan kemalangan, perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat tumpeng, dang-dangan beras atau
meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (dengan kukusan). Banyaknya beras
yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya adalah daging menjangan
dimasak kolak, digecok (dicacah/dipotong) dan dibakar.
Selain
itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi dari rumah ke arah
barat, karena tempat sengkala (bahaya) terletak di barat.
Pawukon ke-3
Wuku Wukir
Wuku Wukir mengambil nama dari anak prabu Watugunung yang nomor
satu.
Wukir (kiri) menghadap Batara Mahayekti
Bokor air dan rumah gedong di depan artinya senang pamer
gambar umbul-umbul dibelakang artinya rejekinya melimpah di hari tua
dan burung manyar terbang di atas pohon nagasari
(karya herjaka HS)
Bokor air dan rumah gedong di depan artinya senang pamer
gambar umbul-umbul dibelakang artinya rejekinya melimpah di hari tua
dan burung manyar terbang di atas pohon nagasari
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri wuku Wukir adalah sebagai berikut :
- Dewa yang menaungi wuku Wukir
adalah Batara Mahayekti
- Kelebihannya: pemurah dan
mempunyai sifat kepemimpinan.
- Kekurangannya: di mana pun
inginnya perintah, tidak dapat diajak setia
- Kayunya adalah kayu Nagasari,
wataknya suka prihatin
- Burungnya adalah burung Manyar
tidak senang diatasi atau di ungguli
- Lambang wuku Wukir adalah becik
dari kejauhan tetapi jika didekati mengecoh
- Air di depan artinya pradah dan
suka pamer menampakan kekayaannya
- Rejekinya datang dihari tua.
Datangnya bahaya : dianiaya
Hari naas : tidak jelas
Hari baik : RabuWage, dan Jumat Legi
Hari naas : tidak jelas
Hari baik : RabuWage, dan Jumat Legi
Untuk mencegah agar terhindar dari penganiayaan, perlu
mengupayakan slametan. Caranya adalah membuat tumpeng, dang-dangan beras atau
meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (dengan kukusan). Banyaknya beras
yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya adalah daging ayam putih
mulus dan sayuran lima macam.
Selain itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi dari
rumah ke arah tenggara, karena tempat sengkala (bahaya) terletak di tenggara
menghadap Barat-laut.
Pawukon ke-4
Wuku Kuranthil
Wuku Kuranthil mengambil nama dari anak nomor dua prabu Watugunung
dengan Dewi Sita.
Kuranthil (kiri) menghadap Batara Langsur yang membawa umbul-umbul. Bokor air ada di sebelah kirinya. Rumah gedong di depan dalam keadaan ngglimpang. Burung Slindhitan hinggap di atas pohon ingas yang menaunginya.
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri wuku Kuranthil adalah sebagai berikut :
- Dewa yang menaungi wuku Wukir
adalah Batara Langsur.
- Kelebihannya: teguh
pendiriannya, rajin bekerja, mudah disenangi orang termasuk juga
atasannya.
- Kekurangannya: pemarah,
pemboros (sehingga mudah celaka karena sifat borosnya), jika menjadi
pemimpin tidak dapat melindungi bawahannya dan tidak dapat memberi
pengarahan yang baik.
- Kayunya adalah kayu ingas,
wataknya walaupun gampang panas tetapi sabar.
- Burungnya adalah burung
Slindhitan, wataknya ubed, ringan tangan, tidak mau menganggur
- Lambang wuku Wukir adalah
anggara kasih nuju wogan, tidak langgeng budinya atau kurang stabil dalam
menyikapi hidup dan kehidupannya.
- Gedhongnya di depan artinya
pradah dan tidak bisa menyimpan harta-bendanya.
- Air yang ditempatkan di sebelah
kiri, artinya budinya selingkuh, ada hal-hal yang disembunyikan.
- Memanggul umbul-umbul artinya
mempunyai kamulyan.
Datangnya bahaya : karena jatuh
Hari naas : tidak jelas
Hari baik : Sabtu Wage
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka jatuh perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat tumpeng, dang-dangan beras atau
meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (dengan kukusan). Banyaknya beras
yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya adalah daging ayam putih
blorok kemanggang, dimasak pecel.
Selain itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh memanjat
pohan dan bangunan
Pawukon ke-5
Wuku Tolu
Wuku Tolu mengambil nama dari anak nomor tiga prabu Watugunung
dengan Dewi Sinta.
Tolu (kiri) menghadap Batara Bayu..
Rumah gedong ada di depan dan umbul-umbul ada di belakang.
Burung Branjangan hinggap di atas pohon Walikukun yang menaunginya.
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri wuku Tolu adalah sebagai berikut :
- Dewa yang menaungi wuku Tolu
adalah Batara Bayu
- Kelebihannya: bagus rupawan,
kukuh pendiriannya, dan sabar. Ulet dalam bekerja sehingga dapat
membahagiakan hidupnya, serius dalam pembicaraan, luhur budi, teliti,
hatinya baik, senang pada tempat yang sepi.
- Kekurangannya: kalau marah
berkepanjangan, sedikit sombong, dan kadang-kadang mau berbohong.
- Kayunya adalah kayu Walikukun.
- Burungnya adalah burung
Branjangan, wataknya mendatangkan angin besar.
- Lambang wuku Tolu adalah
lengkawa kuwung, besar piyangkuhe (angkuh), hatinya tidak dapat dijajagi.
- Gedhongnya di depan, artinya
senang memperlihatkan keduniawian.
- Umbul-umbul berada di belakang,
artinya bahwa kesuksesan dan kesejahteraan berada di usia tua.
- Datangnya bahaya : digigit
binatang buas, kena taring atau terkena benda tajam.
Hari naas : tidak jelas.
Hari baik : tidak menentu.
Hari baik : tidak menentu.
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat tumpeng, dang-dangan beras atau
meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (dengan kukusan). Banyaknya beras
yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya daging ayam dimasak lembaran,
disertai dengan doa keselamatan. Selain itu, selama 7 hari yang bersangkutan
tidak boleh berpergian ke arah Barat Laut karena letak Kala berada di Barat
Laut menghadap ke Tenggara.
Pawukon ke-6
Wuku Gumbreg
Wuku Gumbreg mengambil nama dari anak nomor empat Prabu Watugunung
dan Dewi Sinta.
Gumbreg (kiri) menghadap Batara Candra yang kaki kanannya dicelupkan ke dalam bokor air,
artinya dingin, sejuk, dapat menjadi perlindungan.
Rumah gedong ada di sebelah kiri, artinya tidak semata-mata mementingkan barang-barang duniawi.
Burung ayam alas ada di bawah pohon beringin yang menaunginya.
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri
wuku Gumbreg adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Gumbreg adalah Batara Candra.
·
Kelebihannya: luhur budinya, kukuh dan keras pendiriannya,
mempunyai insting untuk melindungi orang lain sehingga dapat menjadi pelindung.
Senang pada tempat yang sepi. Rajin belajar dalam menuntut ilmu dan pantang
menyerah. Disenangi atasan karena pengabdiannya yang besar dan rasa cinta
terhadap pekerjaannya. Apa pun yang dilakukan selalu dijalani dengan ikhlas.
·
Kekurangannya: sedikit sombong
·
Kayunya adalah kayu Beringin.
·
Burungnya adalah ayam alas, disenangi wong agung
·
Lambang wuku Gumbreg adalah guntur ketug janma tinarungku
·
Gedhongnya di sebelah kiri, artinya ikhlas untuk merelakan hal-hal
keduniawian.
·
Datangnya bahaya : terlibat pertengkaran dan tenggelam
Hari
naas : tidak jelas.
Hari baik : Rabu Kliwon
Hari baik : Rabu Kliwon
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat tumpeng, dang-dangan beras atau meliwet/memasak beras dengan cara
di-dang (dengan kukusan). Banyaknya beras yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5
kg. Lauknya daging ayam dimasak pindang, nasi kepel 9 macam aneka warna
disertai dengan doa keselamatan.
Selain
itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh berpergian ke arah Selatan
karena letak Kala berada di Selatan menghadap ke Tenggara.
Pawukon ke-7
Wuku Warigalit
Wuku Warigalit mengambil nama dari anak nomor lima Prabu
Watugunung dan Dewi Sinta. Namun jika yang dihitung masa kandungan Dewi Sinta,
Warigalit lahir dari masa kandungan yang ketiga. Karena dari 27 anak laki-laki
Dewi Sinta, 13 kali lahir kembar, sedangkan pada masa kandungan yang ke-14
tidak kembar. Pada masa kandungan pertama, Dewi Sinta melahirkan anak kembar,
yaitu Raden Wukir dan Raden Kurantil. Pada masa kandungan yang kedua, lahirlah
Raden Tolu dan Raden Gumbreg. Sedangkan pada masa kandungan yang ketiga ini
lahir Raden Warigalit dan Warigagung.
Warigalit (kiri) menghadap Batara Asmara, dengan mengedepankan candi.
Burung kepodang terbang di atas pohon sulastri
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri
wuku Warigalit adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Warigalit adalah Batara Asmara
·
Kelebihannya: umumnya yang bernaung di wuku Warigalit yang
laki-laki rupawan dan yang perempuan cantik. Mereka mempunyai daya tarik
khusus, selalu membuat sengsem atu senang bagi orang yang melihatnya, mudah
bergaul dan disenangi teman-temannya dan atasannya.
·
Kekurangannya: kurang setia, besar kemungkinannya untuk kawin
lebih dari satu kali.
·
Kayunya adalah pohon Sulastri yang tidak mempunyai bunga.
·
Burungnya adalah burung Kepodang yang mempunyai watak cemburuan.
·
Lambang wuku Warigalit adalah tidak sabar terhadap sandang dan
pangan.
·
Wuku ini digambarkan sedang menghadap candi, artinya suka
prihatin.
·
Datangnya bahaya kasempyok sambekala, jatuh dalam marabahaya atau
terlibat pertengkaran.
Hari
naas : Kamis Pon dan Senin Kliwon.
Hari baik : Jumat Wage.
Hari baik : Jumat Wage.
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat tumpeng, dang-dangan beras sapitrah (3,5 kg) atau meliwet/memasak beras
dengan cara di-dang (dengan kukusan). Lauknya rancapan dan daging digecok
(dicacah) disertai doa keselamatan.
Selain
itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh memanjat, karena letak Kala
berada di atas menghadap ke bawah.
Pawukon ke-8
Wuku Wariagung
Wuku Wariagung mengambil nama dari anak nomor enam Prabu
Watugunung dan Dewi Sinta. Namun jika yang dihitung masa kandungan Dewi Sinta,
Wariagung lahir dari masa kandungan yang ketiga, saudara kembarnya Raden
Warigalit.
Wariagung (kiri) menghadap Batara Maharesi dengan menghadap rumah gedong
dan membelakangi rumah gedong
Burung betet terbang di atas pohon cemara
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri
wuku Wariagung adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Wariagung adalah Batara Maharesi
·
Kelebihannya: umumnya hemat, pandai mencari nafkah.
·
Kekurangannya: sombong, bicaranya banyak dan besar.
·
Kayunya adalah pohon cemara, perwatakannya angkuh dan banyak
bicara Yang bernaung di wuku Wariagung ini pada masa hidupnya mendapat beban
yang berat.
·
Burungnya adalah burung Betet, rajin mencari rejeki.
·
Lambang wuku Wariagung adalah ketug lindu, artinya menjaga
benar-benar akan sandang dan pangannya. Oleh karena kerja kerasnya, di hari tua
akan menuai kebahagiaan dalam arti luas, digambarkan dengan rumah gedong di
depan dan belakang.
·
Datangnya bahaya adalah dicelakai atau difitnah oleh keluarganya
sendiri.
Hari
naas : Minggu Legi,
Hari baik : tidak jelas.
Hari baik : tidak jelas.
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat nasi wuduk (nasi gurih) dang-dangan lauknya bebek putih dimasak gurih,
dan nasi kuluban (gudangan) lima macam sayurannya, beras sapitrah (3,5 kg)
disertai doa keselamatan.
Selain
itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh berpergian ke arah utara
karena letak Kala berada di utara menghadap ke selatan.
Pawukon ke-9
Wuku Julungwangi
Julungwangi adalah nama putera nomor tujuh dari Prabu Watugunung
dan Dewi Sinta yang lahir pada masa kandungan keempat.Raden Julungwangi
mempunyai saudara kembar yaitu Raden Sungsang.
ulungwangi (kiri) menghadap Batara Sambu yang memegang umbul-umbul dan
menyanding Jembangan. Burung Kutilang terbang di atas pohon Cempaka
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri
wuku Julungwangi adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Julungwangi adalah Batara Sambu
·
Banyak orang suka atas pembawaannya, sehingga orang yang berada di
bawah naungan wuku Julungwangi umumnya gampang memperoleh rezeki.
·
Kayunya adalah pohon Cempaka, perwatakannya mempunyai kelebihan
dalam hal daya tarik.
·
Burungnya adalah burung Kutilang, wataknya micara, banyak bicara
·
Menghadap jembangan, wataknya rela atas pemberian dengan harapan
supaya tercapai kehendaknya.
·
Membawa umbul-umbul, wataknya dekat dengan kemuliaan dan disegani
oleh orang besar.
·
Datangnya bahaya akibat digigit binatang buas.
Hari
naas : tidak menentu
Hari baik : tidak jelas.
Hari baik : tidak jelas.
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat nasi kebuli, lauknya daging ayam merah disertai doa tolak bilahi
(celaka).
Letak
Kala berada di selatan, menghadap timur laut. Oleh karenanya disarankan selama
7 hari setelah selamatan, yang bersangkutan tidak boleh bepergian ke arah timur
laut, letak Kala berada.
Pawukon ke-10
Wuku Sungsang
Raden Sungsang (kiri) menghadap Batara Gana,
Dewa berkepala Gajah, dengan menyanding gedong terguling.
Burung adalah burung Nori yang terbang diatas pohon Tangan.
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri
wuku Sungsang adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Sungsang adalah Batara Gana.
·
Kelebihannya: pekerja keras, tidak mau menganggur. Lancar
rejekinya. Mau berkorban tanpa pamrih sehingga cenderung boros.
·
Kekurangannya: hatinya serakah, iri akan harta orang lain, dan
cenderung jahat.
·
Kayunya adalah pohon Tangan, gambaran dari orang yang senang
bekerja
·
Burungnya adalah burung Nori, gambaran dari watak boros
·
Wuku ini digambarkan sedang menghadap gedong yang terguling,
artinya menghamburkan harta bendanya
·
Datangnya bahaya akibat terkena alat dari besi,baik yang tajam dan
tumpul
·
Hari naas : tidak jelas.
·
Hari baik : tidak jelas
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (dengan kukusan). Sebanyak sapitrah
(3,5 kg) Lauknya daging ayam dan daging bebek, boleh dimasak apa saja (bebas)
dan sayuran 9 macam digudang, disertai doa keselamatan.
Selain
itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh bepergian ke arah Timur,
karena letak Kala berada di Timur menghadap ke Barat.
Pawukon ke-11
Wuku Galungan
Wuku Galungan mengambil nama dari anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta. nomor sembilan.
Raden Galungan (kiri) menghadap Batara Kamajaya yang memangku bokor isi air.
Pohonnya adalah pohon tangan, dan burungnya adalah burung Bido.
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri wuku Galungan adalah sebagai berikut :
- Dewa yang menaungi wuku
Galungan adalah Batara Kamajaya.
- Kelebihannya: Tampan wajahnya,
anteng tidak lelemeran atau tidak gampang jatuh ke dalam godaan. Senang
berdarma. Sikap dan perbuatannya selalu menyenangkan hati orang lain,
sehingga dicintai banyak orang. Tangkas dalam berbicara. Besar rasa
tanggungjawabnya.
- Kekurangannya: pemarah dan
pemboros, sehingga penghasilannya selalu kurang.
- Kayunya adalah kayu tangan.
Wataknya agglidhik atau tidak mau menganggur.
- Burungnya adalah burung Bido
yang mempunyai watak besar amarahnya dan selalu tergoda untuk menginginkan
haknya orang lain.
- Dewanya Wuku Galungan
digambarkan sedang memangku bokor berisi air, artinya dapat menghibur hati
susah dan senang menyumbangkan tenaganya.
- Datangnya bahaya akibat
pertengkaran.
- Hari naas : Minggu Pahing,
Senin Pon dan Selasa Wage.
- Hari baik : tidak jelas.
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat tumpeng, dang-dangan beras sapitrah (3,5 kg)
atau meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (dengan kukusan). Lauknya
pindang kambing disertai doa keselamatan.
Selain itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi ke
arah Barat Laut, karena letak Kala berada di Barat Laut menghadap Tenggara.
Pawukon ke-12
Wuku Kuningan
Wuku Kuningan mengambil nama dari anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta. nomor sepuluh.
Raden Kuningan (kiri) menghadap Batara Endra.
Pohonnya adalah pohon Wijayakusuma, burungnya adalah burung Urang-urangan
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri
wuku Kuningan adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Kuningan adalah Batara Endra
·
Kelebihannya: luhur budinya, berwibawa, manis tutur katanya, hemat,
tertib dan teliti dalam pekerjaan
·
Kekurangannya: cenderung pelit, sifatnya tertutup, suka
menyendiri, menjauhi keramaian
·
Kayunya adalah kayu Wijayakusuma. Wataknya rahayu atau selamat,
jeli dalam mengamati segala sesuatu
·
Burungnya adalah burung Urang-urangan yang mempunyai watak trampil
dalam hal pekerjannya, namun pemalu dan mudah tersinggung
·
Gedong tertutup yang berada di belakang menggambarkan bahwa Wuku
Kuningan lekat dengan harta miliknya
·
Bencananya : dikucilkan oleh lingkungan masyarakat
·
Hari naas : Jumat Wage.
·
Hari baik : tidak jelas.
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat sega punar atau nasi kuning sapitrah (3,5 kg) dengan cara
diliwet/dimasak dengan cara di-dang (memakai kukusan), Lauknya rancapan daging
kerbau dimasak basah, disertai doa keselamatan.
Selain
itu, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi ke arah Barat, karena
letak Kala berada di Barat menghadap Timur.
Pawukon ke-13
Wuku Langkir
Wuku Langkir mengambil nama dari anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta. nomor sebelas.
Raden Langkir (kiri) menghadap Batara Kala
Pohonnya adalah pohon Cemara dan Kayu Ingas
burungnya adalah burung Gemak atau burung Puyuh
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri wuku Langkir adalah sebagai berikut :
- Dewa yang menaungi wuku Langkir
adalah Batara Kala
- Kelebihannya: pemberani,
ditakuti orang
- Kekurangannya: tidak memikirkan
diri sendiri, cenderung nekat. Mempunyai watak iri dengki sehingga tidak
dapat dijadikan pelindung
- Pohonnya adalah Pohon Cemara
menumpang di pohon Ingas, mempunyai watak hatinya panas, tidak baik
didekati karena dapat terkena imbasnya. Orang yang berada alam naungan
Wuku Langkir tidak dapat diharapkan pertolongannya.
- Burungnya adalah burung Puyuh.
wataknya tidak takut kepada siapa pun termasuk musuhnya.
- Bencananya : berkelahi dan
kecurian.
- Hari naas : Sabtu Pahing.
- Hari baik : tidak menentu.
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat Nasi Gurih sapitrah (3,5 kg) dengan cara
diliwet/dimasak dengan cara di-dang (memakai kukusan), lauknya daging kambing
dimasak lembaran, serta ikan air tawar dan gudangan mentah disertai doa
keselamatan.
Selain itu, setelah slametan selama 7 hari yang bersangkutan tidak
boleh pergi ke arah Tenggara, karena letak Kala berada di Barat Laut.
Pawukon ke-14
Wuku Mandasiya
Wuku Mandasiya mengambil nama dari anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta. Raden Mandasiya adalah saudara kembar dari Raden Langkir, dan terhitung
anak nomor dua belas
Penggambaran Wuku Mandasiya:
Raden Mandasiya (kiri) menghadap Batara Brahma
Pohon Asem menggambarkan dapat untuk berteduh dan berlindung
Burung Pelatuk Bawang menggambakan watak yang mempunyai pendirian yang kuat dan tidak sabaran.
Gedhong ada di depan menggambarkan bahwa hemat atas rejeki yang diperoleh
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri
wuku Mandasiya adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Mandasiya adalah Batara Brahma
·
Kelebihannya: mempunyai pendirian yang teguh dan kuat, dapat
menjadi pelindung bagi orang-orang yang sedang susah. Cepat dalam bekerja, dan
hemat dalam menggunakan hasil dari pekerjaannya. Penderma, terutama kalau
dipuji. Keberuntungannya, murah rejekinya.
·
Kekurangannya: cepat marah dan pendendam.
·
Bencananya: terkena benda tajam atau terkena api
·
Hari naas: tidak jelas.
·
Hari baik: Sabtu Wage
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat sega abang (nasi merah) sapitrah (3,5 kg) diliwet/dimasak dengan cara
di-dang (memakai kukusan), lauknya daging ayam merah dan bayam merah, kembang
setaman dan uang receh disertai doa keselamatan.
Selain
itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh memanjat,
karena letak Kala ada di atas.
Pawukon ke-15
Wuku Julungpujud
Penggambaran Wuku Julungpujud:
Raden Julungpujud (kiri) menghadap Batara Guritna
Pohonnya adalah pohon Rembuyut
Burungnya adalah burung Pipit menggambakan baik bicaranya
Gunung menggambarkan tinggi cita-citanya, tidak mau kungkulan atau disaingi.
(karya herjaka HS)
Ciri-ciri
wuku Julungpujud adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Julungpujud adalah Batara Guritna
Kebanyakan Wuku Julungpujud mempunyai tekad yang tinggi dalam meraih cita-cita, sehingga ia tidak suka ada orang lain yang melebihi dirinya.
Kebanyakan Wuku Julungpujud mempunyai tekad yang tinggi dalam meraih cita-cita, sehingga ia tidak suka ada orang lain yang melebihi dirinya.
·
Kelebihan Wuku Julungpujud : Rupawan suka bersolek, disenangi
orang, biasanya memperoleh posisi yang baik.
·
Kekurangannya : Tidak suka disaingi, karena banyak disukai orang,
jika tidak hati-hati dapat menjadi perselingkuhan. Hatinya sering bersedih
karena meratapi nasibnya.
·
Bencananya: terkena tenung, guna-guna atau sihir. Nggrantes
(terpukul) karena suatu berita yang sangat buruk.
·
Hari naas: tidak jelas.
·
Hari baik: Senin Legi.
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat tumpeng dari nasi yang diliwet/dimasak dengan cara di-dang (memakai
kukusan) sebanyak sapitrah (3,5 kg) lauknya daging ayam panggang dan sayuran
sembilan macam, disertai doa keselamatan.
Selain
itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi ke
arah Timur, karena letak Kala ada di Timur.
Pawukon ke-16
Wuku Pahang
Nama Wuku Pahang adalah nama anak Prabu Watugunung dan Dewi Sinta.
nomor empat belas. Raden Pahang ini adalah saudara kembar Raden Julungpujud
Penggambaran Wuku Pahang:
Raden Pahang (kiri) menghadap Batara Tantra
Pohonnya adalah pohon Gendayakan sebagai perlindungan orang sakit dan teraniaya
Burungnya adalah burung Cocak artinya banyak bicara
Jembangan di sebelah kiri menggambarkan, jika tidak hati-hati wuku ini mempunyai kecenderungan untuk selingkuh.
Memegang senjata artinya menonjolkan kekuatannya dan memperlihatkan keberaniannya.
Raden Pahang (kiri) menghadap Batara Tantra
Pohonnya adalah pohon Gendayakan sebagai perlindungan orang sakit dan teraniaya
Burungnya adalah burung Cocak artinya banyak bicara
Jembangan di sebelah kiri menggambarkan, jika tidak hati-hati wuku ini mempunyai kecenderungan untuk selingkuh.
Memegang senjata artinya menonjolkan kekuatannya dan memperlihatkan keberaniannya.
Ciri-ciri wuku Pahang adalah sebagai berikut :
- Dewa yang menaungi wuku
Julungpujud adalah Batara Tantra.
- Sifat dan perwatakannya: suka
berbicara berlebih, cenderung menentang bila merasa benar. Mudah curiga
hingga amat berhati-hati dalam bekerja. Kadang-kala mempunyai sifat rasa
dengki.
- Kelebihan Wuku Pahang dapat
menjadi pelindung bagi orang yang sedang sakit, serta rela berkorban untuk
orang lain.
- Bencananya: dianiaya
- Hari naas: tidak jelas.
- Hari baik: tidak jelas
Untuk mencegah agar terhindar dari penganiayaan perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat tumpeng dari nasi yang diliwet/dimasak dengan
cara di-dang (memakai kukusan) sebanyak sapitrah (3,5 kg), lauknya daging ayam putih
lembaran dan sayuran sebelas macam, disertai doa keselamatan.
Selain itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan
tidak boleh pergi ke arah Selatan, karena letak Kala ada di Selatan
Pawukon ke-17
Wuku Kuruwelut
Nama Wuku Kuruwelut adalah nama anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta. nomor lima belas. Raden Kuruwelut ini mempunyai saudara kembar Raden
Marakeh.
Penggambaran
Wuku Kuruwelut:
Raden Kuruwelut (kiri) menghadap Batara Wisnu
Pohonnya adalah pohon Parijatha, bagus wujudnya, mencintai saudara dan teman handai taulan.
Burungnya adalah burung Sepahan atau Puter, kuat dan dalam budinya, besar anugerahNya
Gedongnya di depan, sifatnya pradah atau tidak sungkan mengeluarkan harta bendanya
Memegang senjata Cakra artinya berwatak perwira.
Raden Kuruwelut (kiri) menghadap Batara Wisnu
Pohonnya adalah pohon Parijatha, bagus wujudnya, mencintai saudara dan teman handai taulan.
Burungnya adalah burung Sepahan atau Puter, kuat dan dalam budinya, besar anugerahNya
Gedongnya di depan, sifatnya pradah atau tidak sungkan mengeluarkan harta bendanya
Memegang senjata Cakra artinya berwatak perwira.
Ciri-ciri
keberuntungannya adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Kuruwelut adalah Batara Wisnu yang
menggambarkan terang pandangannya serta berwawasan luas dan bijaksana.
·
Sifat dan perwatakannya: jujur, luhur budinya, suka menolong.
·
Kelebihannya : cerdas, banyak akal.
·
Kekurangannya : senang pamer.
·
Bencananya: datang ketika berada di medan perang dan terkena racun
tumbuh-tubuhan.
·
Hari naas: Sabtu Kliwon dan Minggu Wage.
·
Hari baik: Senin Kliwon
Untuk
mencegah agar terhindar dari bencana perlu mengupayakan slametan. Caranya
adalah memotong kambing yang kaki depannya putih dan dimasak aneka macam,
disertai doa keselamatan.
Selain
itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh memanjat
karena letak Kala berada di atas.
Pawukon ke-18
Wuku Marakeh
Wuku Marakeh mengambil nama anak Prabu Watugunung dan Dewi Sinta.
nomor enam belas.
Penggambaran
Wuku Marakeh:
Raden Marakeh (kiri) menghadap Batara Surenggana
Pohonnya adalah pohon Trengguli, kurang bermanfaat
Umbul-umbul terbalik menggambarkan cepat mendapat kehidupan yang menyenangkan
Gedhongnya ada di atas, senang menampakkan anugerah Allah
Raden Marakeh (kiri) menghadap Batara Surenggana
Pohonnya adalah pohon Trengguli, kurang bermanfaat
Umbul-umbul terbalik menggambarkan cepat mendapat kehidupan yang menyenangkan
Gedhongnya ada di atas, senang menampakkan anugerah Allah
Ciri-ciri
keberuntungannya adalah sebagai berikut :
·
Dewa yang menaungi wuku Marakeh adalah Batara Surenggana, tajam
ingatannya, berani menghadapi kesulitan
·
Sifat dan perwatakannya : ramah-tamah dalam pergaulan
·
Kelebihannya : bahagia karena selalu bersyukur atas anugerah yang
didapat dalam hidupnya
·
Bencananya : datang ketika berada dalam perjalanan jauh karena
tenggelam atau dianiaya orang;
·
Hari naas: tidak jelas
·
Hari baik: tidak jelas
Untuk
mencegah agar terhindar dari bencana perlu mengupayakan slametan. Caranya :
membuat nasi wuduk dari nasi yang diliwet/dimasak dengan cara di-dang (memakai
kukusan) sebanyak sapitrah (3,5 kg), lauknya daging ayam putih mulus dimasak
lembaran dan jadah tukon disertai doa keselamatan.
Selain
itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi ke
Utara tempat bersemayamnya Batara Kala.
Pawukon ke-19
Wuku Tambir
Penggambaran
Wuku Tambir:
Raden Tambir (kiri) menghadap Batara Siwah
Pohonnya adalah pohon Upas, tidak dapat untuk perlindungan
Burungnya adalah burung Prenjak, suka pamer tanpa kenyataan
Gedhongnya ada tiga dan tertutup, cethil/kikir, tamak, tidak mau berbagi akan anugerah Tuhan.
Raden Tambir (kiri) menghadap Batara Siwah
Pohonnya adalah pohon Upas, tidak dapat untuk perlindungan
Burungnya adalah burung Prenjak, suka pamer tanpa kenyataan
Gedhongnya ada tiga dan tertutup, cethil/kikir, tamak, tidak mau berbagi akan anugerah Tuhan.
·
Dewa yang menaungi wuku Tambir adalah Batara Siwah.
·
Kelebihannya : Mempunyai wibawa besar, kuat dalam
pendirian/kemauan, dan hemat
·
Kekurangannya : karena saking hematnya sehingga cenderung kikir.
Mempunyai sifat palsu, antara lahir dan batin tidak sesuai, serta angkuh
·
Bencananya : karena difitnah orang.
·
Hari naas: Senin wage
·
Hari baik: tidak menentu
Untuk
mencegah agar terhindar dari bencana perlu mengupayakan slametan. Caranya :
membuat nasi pulen yang diliwet/dimasak dengan cara di-dang (memakai kukusan)
sebanyak sapitrah (3,5 kg), lauknya daging ayam putih mulus, dan bebek merah
dimasak pindang. Rujak timun lanang 25 biji, disertai doa keselamatan.
Selain
itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi ke
Barat, tempat bersemayamnya Batara Kala.
Pawukon ke-20
Wuku Medhangkungan
Wuku Medhangkungan mengambil nama anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta nomor delapan belas. Raden Medhangkungan ini adalah saudara kembar Raden
Tambir.
Penggambaran
Wuku Medhangkungan:
Raden Medhangkungan (kiri) menghadap Batara Basuki, dewa yang hatinya setia dalam menerima takdir.
Pohonnya adalah pohon Plasa, yang hanya dipakai di desa dan pegunungan.
Burungnya adalah burung Pelung, yang senang bermain di air.
Gedhongnya ada di atas, selalu memikirkan harta-bendanya.
Raden Medhangkungan (kiri) menghadap Batara Basuki, dewa yang hatinya setia dalam menerima takdir.
Pohonnya adalah pohon Plasa, yang hanya dipakai di desa dan pegunungan.
Burungnya adalah burung Pelung, yang senang bermain di air.
Gedhongnya ada di atas, selalu memikirkan harta-bendanya.
·
Dewa yang menaungi wuku Medhangkungan adalah Batara Basuki.
·
Kelebihannya : pandai bicara, senantiasa bersyukur atas anugerah
yang diterima, mantap dalam pendirian, tidak mudah goyah, dan besar rasa
kebersamaannya. Hemat dan pandai mengatur ekonomi.
·
Kelemahannya : juweh atau suka mengomentari orang lain.
·
Kesenangannya menyepi.
·
Bencananya : karena dicelakai di waktu malam.
·
Hari naas : tidak jelas.
·
Hari baik : tidak menentu.
Untuk
mencegah agar terhindar dari bencana perlu mengadakan slametan pada hari dan
pasaran kelahirannya dengan membuat nasi kuning, lauknya daging ayam kuning,
dan bubur merah disertai doa keselamatan.
Selain
itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi ke
Timur, tempat bersemayamnya Batara Kala.
Pawukon ke-21
Wuku Maktal
Wuku Maktal mengambil nama anak Prabu Watugunung dan Dewi Sinta
nomor sembilan belas. Raden Maktal ini mempunyai saudara kembar bernama Raden
Wuye.
Penggambaran Wuku Maktal adalah sebagai berikut:
Raden Maktal (kiri) menghadap Batara Sakri yang menjadi Dewa pengayomannya.
Dewa Sakri adalah Dewa yang setya akan kesanggupannya. Kencang kehendaknya.
Pohonnya adalah Pohon Nogosari, menggambarkan kebaikan rupa dan hatinya, harum suaranya dan enak didengar, serta dihargai pengabdiannya.
Burungnya adalah burung Ayam Alas, budinya cerdas dan tangkas, menjadi perhatian atasannya.
Ada gambar Gedhong yang berjajar dengan umbul-umbul, artinya keberhasilannya datang bersama antara kedudukan dan harta bendanya.
Raden Maktal (kiri) menghadap Batara Sakri yang menjadi Dewa pengayomannya.
Dewa Sakri adalah Dewa yang setya akan kesanggupannya. Kencang kehendaknya.
Pohonnya adalah Pohon Nogosari, menggambarkan kebaikan rupa dan hatinya, harum suaranya dan enak didengar, serta dihargai pengabdiannya.
Burungnya adalah burung Ayam Alas, budinya cerdas dan tangkas, menjadi perhatian atasannya.
Ada gambar Gedhong yang berjajar dengan umbul-umbul, artinya keberhasilannya datang bersama antara kedudukan dan harta bendanya.
- KelebihanWuku Maktal : sentausa
budinya, setia pendiriannya.
- Kelemahannya : mudah kecewa
jika pekerjaannya dianggap kurang benar oleh orang-orang yang lebih tinggi
derajatnya , sedikit sombong.
- Bencananya : terlibat dalam
perkelahian.
- Hari naas : tidak jelas.
- Hari baik : Rabu Kliwon
Untuk mencegah agar terhindar dari bencana perlu mengadakan
slametan dengan menyediakan beras sepitrah (3,5 Kg). Beras tersebut dimasak
dengan cara didang dengan perbandingan air agak banyak, agar nasinya lembek.
Kemudian diberi lauk ikan ayam dimasak lembaran dan pindang bebek, disertai doa
keselamatan.
Selain itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan
tidak boleh pergi ke arah Tenggara, karena tempat bersemayam bencana yang
digambarkan sebagai Batara Kala ada di Tenggara
.
.
Pawukon ke-22
Wuku Wuye
Penggambaran Wuku Wuye adalah sebagai berikut:
Raden Wuye (kiri) menghadap Batara Kuwera yang sedang membawa keris terhunus.
Pohonnya adalah Pohon Tal.
Burungnya adalah burung Gogik.
Ada gambar Gedhong ‘mlumah’ tergelimpang.
Raden Wuye (kiri) menghadap Batara Kuwera yang sedang membawa keris terhunus.
Pohonnya adalah Pohon Tal.
Burungnya adalah burung Gogik.
Ada gambar Gedhong ‘mlumah’ tergelimpang.
Perwatakan dan sikap Wuku Wuye adalah sesuai dengan penggambaran
watak dari Batara Kuwera yaitu: pandai bicara, membuat senang orang lain, lebih
senang menjauhi keramaian. Suka berolah keprajuritan. Memegang keris ligan atau
terhunus menggambarkan bahwa wuku Wuye ini cerdas perasaannya dan selalu
waspada. Burung Gogik menggambarkan besar kecemburuannya dan kecurigaannya.
Pohon Tal menggambarkan besar keberuntungannya dan panjang umurnya. Gedong
tergelimpang menggambarkan rela dan ikhlas akan harta benda miliknya.
- Kelemahannya : cugetan aten
atau gampang mutung, mudah patah semangat, tetapi juga cepat pulih
kembali.
- Kelebihannya : lebih senang
memperhatikan hal-hal baik.
- Bencananya : terkena
sanja-baya, difitnah orang.
- Hari naas :. Senin Kliwon.
- Hari baik : tidak jelas.
Untuk mencegah agar terhindar dari bencana perlu mengadakan
slametan dengan menyediakan aneka jajan pasar dan jadah dengan harga 25 dhuwit
(uang yang jumlahnya 25 buah, boleh logam ataupun kertas) disertai doa
keselamatan.
Selain itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan
tidak boleh pergi ke arah Barat, karena tempat bersemayam bencana yang
digambarkan sebagai Batara Kala ada di Barat.
Pawukon ke-23
Wuku Manahil
Wuku Manahil mengambil nama anak Prabu Watugunung dan Dewi Sinta
nomor duapuluh satu. Raden Manahil ini mempunyai saudara kembar yang bernama
Raden Prangbakat. Orang yang bernaung pada wuku Manahil ini secara umum akan
mempunyai watak yang digambarkan sebagai berikut.
Raden
Manahil menghadapBatara Citragatra.
Batara
Citragatra ini mempunyai watak yang angkuh, sombong, gumedhe selalu menganggap
dan merasa dirinya besar. Senang berkumpul tetapi besar rasa cemburu dan
kecurigaannya. Batara Citragatra membawa tombak ligan terhunus. Ini
menggambarkan cerdas dan tajam hatinya serta selalu waspada.
Hubungan
antara Raden Manahil dan Batara Citragatra ini seperti hubungan antara guru dan
murid. Sehingga watak dan perilaku gurunya sebagian besar mempengaruhi
muridnya.
Pohonnya
adalah pohon atau kayu Tengaron, menggambar watak yang rajin tetapi kurang
bermanfaat.
Burungnya
adalah Burung Sepahan, menggambarkan perilaku yang gesit, detail, rumit, mudah
mencari nafkah tetapi sedikit rejekinya.
Gambar
air di tempayan menggambarkan bahwa wuku Manahil senang suasana yang damai,
tenang dan menentramkan. Untuk mewujudkan suasana yang menyejukkan tersebut
orang yang bernaung dalam Wuku Manahil ini selalu menjaga bicaranya dan tingkah
lakunya.
Wuku
Manahil mudah terjerumus karena kebaikannya, terutama kepada temannya yang
sedang mengalami kesusahan
Dari
keseluruhan watak yang ada Wuku Manahil mempunyai :
Kelebihan
: tekun, rajin, cerdas dan suka berdamai
Kekurangannya
: Sombong, merasa besar sehingga meremehkan orang lain. Dan penuh kecurigaan
Hari
baik : Minggu Legi
Hari
naas: tidak jelas
Datangnya
bencana terkena senjata tajam.
Hal
bencana dapat dihindarkan dengan membuat slametan. Tujuannya supaya selamat,
yaitu dengan menanak nasi ‘lemes’ (lemas atau lunak) sebanyak sepitrah (3,5 kg)
dengan cara di ‘dang’, lauknya daging ayam jantan serta sayuran aneka macam dan
sambal gepeng disertai doa keselamatan.
Selain
itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh pergi ke
arah Timur Laut, karena tempat bersemayam bencana yang digambarkan sebagai
Batara Kala ada di Timur Laut.
Pawukon ke-24
Wuku Prangbakat
Wuku Prangbakat mengambil nama anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta nomor dua puluh dua. Raden Prangbakat ini saudara kembar dari Raden
Manahil.
Penggambaran
Wuku Prangbakat adalah sebagai berikut:
Raden Prangbakat (kiri) menghadap Batara Bisma.
Kaki Batara Bisma yang sedang dicelupkan di bokor air melambangkan panjang umur dan rejekinya tak berkesudahan.
Pohonnya adalah Pohon Tirisan.
Burungnya adalah burung Urang-urangan.
Raden Prangbakat (kiri) menghadap Batara Bisma.
Kaki Batara Bisma yang sedang dicelupkan di bokor air melambangkan panjang umur dan rejekinya tak berkesudahan.
Pohonnya adalah Pohon Tirisan.
Burungnya adalah burung Urang-urangan.
Perwatakan
dan sikap Wuku Prangbakat adalah sesuai dengan penggambaran watak dari Batara
Bisma yaitu:
·
Kelemahannya : cenderung kaku, pemalu, pendiriannya mudah berubah.
Tidak mudah merelakan harta yang sudah menjadi miliknya.
·
Kelebihannya : keras dalam kemauan, cekatan dalam melakukan segala
pekerjaan, berbakat sebagai prajurit karena mempunyai keberanian dan
kewaspadaan. Mudah mencari nafkah.
·
Bencananya : jatuh dari pohon atau bangunan bertingkat
·
Hari naas :. tidak jelas.
·
Hari baik : tidak jelas.
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat tumpeng, dang-dangan beras atau meliwet/memasak beras dengan cara
di-dang (dengan kukusan). Banyaknya beras yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5
kg. Lauknya sate sapi dengan bumbu rempah-rempah serba manis dan aneka sayuran
disertai doa keselamatan.
Selain
itu, setelah slametan, selama 7 hari yang bersangkutan tidak boleh memanjat
atau melakukan perjalanan di jalan yang menurun, karena tempat bersemayamnya
bencana yang digambarkan sebagai Batara Kala ada di bawah.
Pawukon ke-25
Wuku Bala
Nama wuku Bala diambil dari nama anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta nomor dua puluh tiga. Raden Bala ini mempunyai saudara kembar yang
bernama Raden Wugu.
Penggambaran Wuku Bala adalah sebagai berikut:
Raden Bala (kiri) menghadap Batari Durga.
Gedongnya ada di depan menggambarkan senang memamerkan harta bendanya.
Pohonnya adalah Pohon Cemara, tidak dapat untuk perlindungan.
Burungnya adalah burung Ayam-alas, wanter (berani) budinya.
Raden Bala (kiri) menghadap Batari Durga.
Gedongnya ada di depan menggambarkan senang memamerkan harta bendanya.
Pohonnya adalah Pohon Cemara, tidak dapat untuk perlindungan.
Burungnya adalah burung Ayam-alas, wanter (berani) budinya.
Perwatakan dan sikap Wuku Bala adalah sesuai dengan penggambaran
watak dari Batari Durga yaitu:
- Kelebihannya : Senang
berbicara, pemberani, tak ada yang ditakuti. Sering mendapat pujian dari
atasan. Senang berada di tempat yang sepi.
- Kelemahannya : Cenderung
sombong, senang pamer, senang menghasut. Penampilannya serem, sehingga
orang menjadi takut dan segan.
- Bencananya : kena guna-guna
atau racun.
- Hari naas :. Senin Legi dan
Rabu Pon.
- Hari baik : Kamis Wage.
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat tumpeng, dang-dangan beras atau
meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (dengan kukusan). Banyaknya beras
yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya ayam panggang ireng mulus,
dan aneka sayuran 7 macam, disertai doa keselamatan.
Selain itu, selama 7 hari setelah slametan, yang bersangkutan
tidak boleh pergi ke arah barat, karena tempat bersemayamnya bencana yang
digambarkan sebagai Batara Kala berada di Barat.
Pawukon ke-26
Wuku Wugu
Nama wuku Wugu diambil dari nama anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta nomor dua puluh empat. Raden Wugu ini adalah adik dari saudara kembarnya
yang bernama Raden Bala.
Penggambaran Wuku Wugu adalah sebagai berikut:
Raden Wugu (kiri) menghadap Batara Singajalma
Gedongnya ada di belakang dan tertutup menggambarkan watak yang kikir
Pohonnya adalah Pohon Wuni, yang sedang berbuah. Semua orang yang melihat akan kepingin untuk memetik buah ilmunya.
Burungnya adalah burung Kepodang, besar kecemburuannya
Raden Wugu (kiri) menghadap Batara Singajalma
Gedongnya ada di belakang dan tertutup menggambarkan watak yang kikir
Pohonnya adalah Pohon Wuni, yang sedang berbuah. Semua orang yang melihat akan kepingin untuk memetik buah ilmunya.
Burungnya adalah burung Kepodang, besar kecemburuannya
Perwatakan dan sikap Wuku Wugu adalah sesuai dengan penggambaran
watak dari Batara Singajalma yaitu:
- Kelebihannya : Cerdik, luas
wawasannya, kaya ilmu, senang suasana yang romantis, rendah hati, mau
mengalah, hemat dan banyak rejeki.
- Kelemahannya : Cenderung egois,
tidak mau bergaul dengan banyak orang
- Bencananya : digigit binatang
berbisa dan kena racun.
- Hari naas : Minggu Pahing
- Hari baik : Jumat Pahing
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat nasi pulen (lemes dan lunak) dang-dangan beras
atau meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (dengan kukusan). Banyaknya
beras yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya sepasang itik putih
dimasak lembaran ditambah dang jadah dan aneka jajan pasar, disertai doa
keselamatan.
Selain itu, selama 7 hari setelah slametan, yang bersangkutan
tidak boleh pergi ke arah Selatan, karena tempat bersemayamnya bencana yang
digambarkan sebagai Batara Kala berada di Selatan.
Pawukon ke-27
Wuku Wayang
Nama wuku Wayang diambil dari nama anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta nomor dua puluh lima. Raden Wayang ini mempunyai saudara kembar yaitu
Raden Kulawu.
Penggambaran
Wuku Wayang adalah sebagai berikut:
Raden Wayang (kiri) menghadap Batari Sri
Gambar Gedong menggambarkan kerelaannya memberikan harta bendanya.
Gambar jembangan air menggambarkan hati yang tentram damai.
Pohonnya adalah Pohon Cepaka, disenangi orang banyak.
Burungnya adalah burung Ayam Hutan harum bicaranya.
Batari Sri memegang keris terhunus, tajam budinya dan waspada sikapnya.
Raden Wayang (kiri) menghadap Batari Sri
Gambar Gedong menggambarkan kerelaannya memberikan harta bendanya.
Gambar jembangan air menggambarkan hati yang tentram damai.
Pohonnya adalah Pohon Cepaka, disenangi orang banyak.
Burungnya adalah burung Ayam Hutan harum bicaranya.
Batari Sri memegang keris terhunus, tajam budinya dan waspada sikapnya.
Perwatakan
dan sikap Wuku Wayang adalah sebagai berikut :
·
Kelebihannya : Rupawan, murah hati, penuh belas kasihan, menjadi
pelindung. Kuat mendapat jabatan tinggi dan mempunyai wibawa besar. Tajam
pikirannya dan cermat dalam bekerja. Mampu memberi cahaya bagi orang yang
sedang berada dalam kegelapan.
·
Kelemahannya : bicaranya serba lungit (dalam dan penuh perlambang)
sehingga sukar untuk dipahami dan dimengerti.
·
Bencananya : tertipu karena kebaikannya.
·
Hari naas : Selasa Legi.
·
Hari baik : hampir semua.
Untuk
mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah
membuat tumpeng dang-dangan beras atau meliwet/memasak beras dengan cara
di-dang (dengan kukusan). Banyaknya beras yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5
kg. Lauknya daging kambing kendhit dimasak macam-macam dan jadah tetelan disertai
doa keselamatan.
Selain
itu, selama 7 hari setelah slametan, yang bersangkutan tidak boleh memanjat,
karena tempat bersemayamnya bencana yang digambarkan sebagai Batara Kala berada
di atas
Pawukon ke-28
Wuku Kulawu
Nama wuku Kulawu diambil dari nama anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta nomor dua puluh enam. Raden Kulawu mempunyai kakak kembar yaitu Raden
Wayang.
Penggambaran Wuku Kulawu adalah sebagai berikut:
Raden Kulawu (kiri) menghadap Batara Sadana
Gambar Gedong di depan menggambarkan besar rejekinya, tidak segan mengeluarkan raja brana.
Senjata yang berada di belakang, mempunyai watak jujur dan terus terang
Pohonnya adalah Pohon Tal, panjang umurnya
Burungnya adalah burung Nuri, kurang cermat dalam hal pengeluaran.
Raden Kulawu (kiri) menghadap Batara Sadana
Gambar Gedong di depan menggambarkan besar rejekinya, tidak segan mengeluarkan raja brana.
Senjata yang berada di belakang, mempunyai watak jujur dan terus terang
Pohonnya adalah Pohon Tal, panjang umurnya
Burungnya adalah burung Nuri, kurang cermat dalam hal pengeluaran.
Perwatakan dan sikap Wuku Kulawu adalah sebagai berikut :
- Kelebihannya : kuat budinya,
tabah menghadapi kesulitan. Halus perasaannya, pengasih, suka mendermakan
miliknya, kesehatannya baik.
- Kelemahannya : kurang cerdas
dan mempunyai watak boros.
- Bencananya : digigit binatang
berbisa atau kena racun.
- Hari naas : tidak jelas.
- Hari baik : Sabtu Paing.
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat sega-golong dang-dangan beras atau
meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (memakai kukusan). Banyaknya beras
yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya daging ayam dan bebek merah
dimasak macam-macam dan disertai doa keselamatan.
Selain itu, selama 7 hari setelah slametan, yang bersangkutan
tidak boleh pergi ke arah utara, karena tempat bersemayamnya bencana yang
digambarkan sebagai Batara Kala berada di utara.
Pawukon ke-29
Wuku Dukut
Nama wuku Dukut diambil dari nama anak Prabu Watugunung dan Dewi
Sinta nomor dua puluh tujuh. Raden Dukut adalah satu-satunya anak yang lahir
tanpa saudara kembar.
Penggambaran Wuku Dukut adalah sebagai berikut:
Raden Dukut (kiri) menghadap Batara Baruna
Gambar Gedong di belakang menggambarkan hemat dan kaya-raya
Pohonnya adalah Pandan Wangi, senang di kesunyian
Burungnya adalah burung Ayam Alas dimanjakan oleh orang besar
Raden Dukut (kiri) menghadap Batara Baruna
Gambar Gedong di belakang menggambarkan hemat dan kaya-raya
Pohonnya adalah Pandan Wangi, senang di kesunyian
Burungnya adalah burung Ayam Alas dimanjakan oleh orang besar
Perwatakan dan sikap Wuku Dukut adalah sebagai berikut :
- Kelebihannya : kuat budinya,
mantap dalam pendirian, berwatak prajurit yang selalu siaga dan waspada.
Pandai dan setia.
- Kelemahannya : Loba dan
sombong.
- Bencananya : Celaka dalam
peperangan.
- Hari naas : tidak jelas.
- Hari baik : Kamis Paing.
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat tumpeng dang-dangan beras atau meliwet/memasak
beras dengan cara di-dang (memakai kukusan). Banyaknya beras yang di-dang
adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya daging ayam mulus dimasak santan dan
disertai doa keselamatan. Selain itu, selama 7 hari setelah slametan, yang
bersangkutan tidak boleh pergi ke arah Barat Laut, karena tempat bersemayamnya
bencana yang digambarkan sebagai Batara Kala berada Barat Laut.
Pawukon ke-30
Wuku Watugunung
Wuku Watugunung ini berasal dari nama dari raja Gilingwesi yang
mempunyai dua isteri dan duapuluh tujuh anak. Diawali dengan isteri yang
bernama Dewi Sinta, dan disusul Dewi Landhep serta anak2nya sudah dibeberkan
dalam nama-nama wuku yang jumlahnya 29. Sedangkan Prabu Watugunung sendiri
ditempatkan dalam nama wuku yang ke 30, atau penutup. Karena setelah wuku
Watugunung siklus waktu akan kembali ke wuku pertama atau wuku Sinta, dan
seterusnya. Perlu diketahui bahwa hitungan satu wuku adalah 7 hari. Maka satu
siklus waktu menurut hitungan wuku adalah 7 (hari) X 30 (jumlah wuku) = 210
hari..
Penggambaran Wuku Watugunung adalah sebagai berikut:
Raden Watugunung (kiri) menghadap Batara Antaboga dan Nagagini.
Gambar Candhi di depan yakni senang semadi, meditasi dengan laku seperti pandhita
Pohonnya adalah pohon Wijayakusuma, bagus parasnya, tetapi tidak senang bergaul dengan orang banyak.
Burungnya adalah burung Gogik, pemalu.
Raden Watugunung (kiri) menghadap Batara Antaboga dan Nagagini.
Gambar Candhi di depan yakni senang semadi, meditasi dengan laku seperti pandhita
Pohonnya adalah pohon Wijayakusuma, bagus parasnya, tetapi tidak senang bergaul dengan orang banyak.
Burungnya adalah burung Gogik, pemalu.
Perwatakan dan sikap Wuku Watugunung adalah sebagai berikut :
- Kelebihannya : teliti,
hati-hati, mempunyai cita-citanya tinggi, romantis, senang mendoakan orang
agar mendapat pengampunan.
- Kelemahannya : pencemburu,
sering gelisah, bimbang dan mudah tersinggung
- Bencananya : karena
penganiayaan.
- Hari naas : tidak jelas.
- Hari baik : tidak jelas.
Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan
slametan. Caranya adalah membuat tumpeng dang-dangan beras atau meliwet/memasak
beras dengan cara di-dang (memakai kukusan). Banyaknya beras yang di-dang
adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya ikan air tawar dan daging jenis burung,
buah-buahan, jadah, macam-macam bubur, serta sayur 9 macam, disertai doa
keselamatan.
Selain itu, selama 7 hari setelah slametan, yang bersangkutan
tidak boleh pergi ke arah Timur, karena tempat bersemayamnya bencana yang
digambarkan sebagai Batara Kala berada di Timur.
Sumber:
Hari naas tidak jelas. Bener bener primbon yang mengecewakan
ReplyDeleteMaksud dari daging Menjangan dimasak kolak,digecok,lalu dibakar bagaaimana?
ReplyDeletejudul bukunya apa?
ReplyDelete